Friday, April 4, 2014

Budidaya Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)

Pada tahun 2003, di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kebutuhan akan simplisia temulawak merupakan yang tertinggi. Hal ini dilihat dari jumlah serapapan temulawak untuk bahan baku pembuatan obat tradisional. Rimpang temulawak dapat digunakan untuk merangsang sekresi empedu dan pancreas. Sebagai fitofarmaka, temulawak dapat digunakan untuk mengobati penyakit saluran pencernaan, klainan hati, kandung empedu, tekanan darah tinggi, kontraksi usus, TBC, dan sariawan. Sebagai obat tradisional, temulawak biasa digunakan untuk engobati diare, disentri, wasir, eksim, cacar, jerawat, sakit kuning, ayan, dan kurang darah. Kandungan di dalam rimpang temulawak meliputi protein, pati, kurkumoiid, dan minyak astiri. Macam minyak astiri yang berada di dalam rimpang temlawak adalah feladren, kumfer, turmerol, tolilmetilkarbinol, ar-kurkumen, zingiberen, kuzerenon, germakron, tumeron, dan yang terbanyak adalah xanthorizol.

Tanaman temulawak dapat tumbuh di berbaga jenis tanah seperti latosol, andosol, regosol, podzolik. Hidup pada ketinggian 100-1500 m dpl dengan curah hujan 1400-4000 mm/tahun.

Pembibitan
Bahan tanam temulawak merupakan rimpang yang jelas asal usulnya, nama jenis, dan varietasnya. Beberapa varietas yang merupakan varietas unggul yang telah dilepas Balittro adalah Cursina 1, Cursina 2, dan Cursina 3. Rimpang yang diguankan sebagai bahan tanam adalah yang sudah berumur 12 bulan. Pembibitan dapat menggunaakn rimpang induk atau juga dengan rimpang anakan. Rimpang induk yang digunakan harus dipotong seperempat bagian sementara ketika menggunakan rimpang anakan, rimpang dipotong-potong hingga beratnya 20-40 gram/potong. Sebelum ditanam, rimpang ditumbuhkan hingga mata tunasnya setinggi 0,5 cm- 1 cm agar nantinya pertumbuhan seragam.

Persiapan lahan
Tanah diolah agar gembur, memiliki aerasi ,dan drainase yang baik. Petak dapat dibuat dengan ukuran lebar 2,5-4 m dan panjang sesuai dengan kondisi lahan. Antar petak diberi jarak dengan menggunakan parit untuk mencegah genagan di petak penanaman.

Penanaman
Tanaman temulawak dapat ditanam secara monokultur atau juga secara polikultur. Secara monokultur tanaman ditanam pada jarak tanam 50 x 50 cm, 50 x 60 cm, atau 60 x 60 cm. Secara polikultur, ketika ditanam bersama kacang tanah, jarak tanam adalah 50 x 75 cm. Kacang tanah ditanam bersamaan dengan penanaman temulawak dan dipanen 3 bulan setelahnya.

Pemupukan
Pupuk yang digunakan adalah kombinasi antara pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (urea, SP-36, dan KCl). Pupuk kandang sebanyak 10-20 ton/ha diberikan pada saat tanam sebagai pupuk dasar. SP-36 dan KCl masing-masing 100 kg/ha diberikan pada saat tanam bersamaan dengan pemberian pupuk kandang. Urea dengan dosis 200 kg/ha diberikan 3 kali yaitu pada 1, 2, dan 3 bulan setelah tanam. 

Pengendalian OPT
Jarang ada patogen penyebab penyakit dan hama yang menyerang tanaman temulawak. Namun demikian, untuk mengantisipasi adanya serangan hama dan patogen dilakukan beberapa hal seperti penggunaan benih yang sehat, menggunakan antibiotik/antifungi pada rimpang yang telah dipotong untuk bahan tanam, pergiliran tanaman, pembersihan sisa tanaman, dan pembatan saluran drainase agar tidak ada genangan. 

Panen dan pasca panen
Panen dilaksanakan berdasarkan umur tanaman yaitu 10-12 bulan setelah tanam. Tanda-tanda fisik tanaman yang sudah siap dipanen adalah daun yang mulai luruh atau mengering. Panen dilakukan dengan menggali rimpang yang berada di dalam tanah. Rimpang hasil panen dicuci dan dibersihkan dari tanah dan kotoran, kemudian dikeringkan. Setelah kering, rimpang diiris membujur dengan ketebalan 2-3 mm. rajangan rimpang dikeringkan di bawah matahari dengan alas yang bersih atau dengan menggunakan oven pada suhu 40-60 C hingga mencapai kadar 10%. 

Dengan mudahnya tehnis budidaya dan toleransi yang luas terhadap faktor lingkungan, temulawak dapat manjadi alternatif tanaman yang dapat dibudidayakan pada lahan-lahan pekarangan ataupun di bawah tegakan-tegakan pohon kehutanan. Peluang pengembangan komoditas temulawak semakin terbuka lebar dengan banyaknya fungsi/khasiat dan meningkatnya permintaan dari waktu ke waktu.

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Kementrian Pertanian. 

No comments:

Post a Comment