Thursday, August 1, 2013

Prospek dan Potensi Tanaman Cengkeh di Indonesia

Prospek dan potensi tanaman cengkeh di Indonesia ke depannya akan semakin tinggi mengingat kebutuhan cengkeh dalam negeri maupun di pasar Internasional meningkat. Meskipun tahun-tahun terakhir produksi cengkeh naik turun tetapi keberadaan cengkeh masih menjadi komoditas penting di Indonesia. Saat ini Indonesia merupakan negara produsen, sekaligus konsumen cengkeh terbesar di dunia. Dua negara lain yang cukup potensial sebagai penghasil cengkeh adalah Madagaskar dan Zanzibar (Tanzania) yang total produksinya sekitar 20.000 – 27.000 ton/tahun. Disamping itu ada enam negara sebagai produsen kecil yaitu Comoros, Srilanka, Malaysia, Cina, Grenada, Kenya dan Togo dengan total produksi sekitar 5.000 – 7.000 ton/tahun. Arah pengembangan tanaman cengkeh dapat dibagi menjadi tiga, yaitu usaha pertanian primer, usaha agribisnis hulu dan usaha agribisnis hilir (Deptan, 2007).

a. Usaha Pertanian Primer
Pada usaha pertanian primer, cengkeh di Indonesia lebih diutamakan sebagai bahan baku industri rokok kretek. Rokok kretek merupakan rokok yang terbuat dari campuran tembakau dan cengkeh. Sejarah penggunaan cengkeh untuk rokok diawali pada akhir abad ke-19 di Kudus dan berkembang pesat di awal abad ke-20 dengan berkembangnya industri rokok kretek. Perkembangan itu sekaligus merubah posisi Indonesia dari negara asal dan pengekspor terbesar menjadi produsen dan pengguna cengkeh terbesar. 

b. Usaha Agribisnis Hulu
Usaha agribisnis hulu berkaitan dengan penyediaan sarana produksi dalam budidaya tanaman cengkeh. Di awal tahun 2000, peremajaan tanaman cengkeh yang rusak atau tidak produktif lagi mulai digalakkan oleh pemerintah. Berbagai kebijakan diberlakukan dalam rangka intensifikasi dan peningkatan produktivitas tanaman. Kegiatan tersebut mendorong beberapa petani untuk melakukan usaha pembibitan meskipun dalam skala kecil terutama di Pulau Jawa, Bali dan Sulawesi Utara. Pembibitan oleh petani dilakukan dengan cara menyemaikan benih dalam polibag dengan menggunakan biji asalan sebagai sumber benih. Setelah berumur 1 – 2 tahun, bibit dipasarkan ke petani sekitar atau digunakan sendiri untuk rehabilitasi/menyulam kebunnya. Selain itu agribisnis hulu juga berkembang dalam penyediaan alat dan mesin pertanian untuk industri cengkeh.

c. Usaha Agribisnis Hilir
Selain digunakan sebagai bahan baku rokok, bunga, gagang dan daun cengkeh dapat disuling menghasilkan minyak cengkeh yang mengandung eugenol. Hal inilah yang kemudian berkembang sebagai produk sampingan cengkeh dalam agribisnis hilir. Pasokan minyak cengkeh Indonesia ke pasar dunia cukup besar yaitu lebih dari 60% kebutuhan dunia. Minyak cengkeh merupakan hasil penyulingan serbuk bunga cengkeh kering. Minyak atsiri jenis ini memiliki pasaran yang luas di industri farmasi, penyedap masakan dan wewangian. Salah satu sentra minyak atsiri di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Kecamatan Samigaluh. Di kecamatan tersebut terdapat kelompok usaha minyak atsiri yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) pengusaha kecil. Sebagian besar minyak atsiri yang dihasilkan adalah minyak daun cengkeh. Tanaman cengkeh dapat digunakan untuk menghasilkan minyak cengkeh (clove oil), minyak tangkai cengkeh (clove stem oil), dan minyak daun cengkeh (clove leaf oil).

Perhatian pemerintah daerah terhadap industri minyak daun cengkeh cukup baik. Pemerintah melalui Departemen Pertanian telah memberikan pelatihan-pelatihan mengenai pengembangan usaha minyak atsiri termasuk minyak daun cengkeh untuk meningkatkan daya saing minyak atsiri melalui peningkatan mutu, harga yang kompetitif dan keberlanjutan suplai melalui pembinaan yang terintegrasi oleh instansi terkait. Industri minyak daun cengkeh ini tidak saja memproduksi minyak daun cengkeh sebagai komoditas ekspor yang menghasilkan devisa, tetapi juga menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Setiap unit usaha dapat menyerap tenaga kerja rata-rata 6 orang di unit penyulingannya dan seratus orang lebih sebagai tenaga pencari (pengumpul) daun cengkeh. 

Penulis: Muhandas Rifqi Wikana, Dwi Ayu Setyawati, Siska Ernitawati, Priska Widyaningrum, Nabilla Dias Faradila. Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

4 comments: