Monday, December 22, 2014

Fase Pertumbuhan Tanaman Kentang

Pengetahuan akan fase pertumbuhan tanaman bermanfaat untuk memudahkan dalam manajemen tanaman. Setiap fase pertumbuhan, tanaman membutuhkan input yang berbeda-beda. Begitu pun dengan tanaman kentang. Pengetahuan akan fase pertumbuhan tanaman kentang akan memudahkan dalam melakukan teknis budidaya tanaman kentang sehingga didapatkan pertumbuhan dan hasil yang optimal dari budidaya tanaman kentang. 

Pertumbuhan tanaman kentang dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase pertumbuhan tunas, fase pertumbuhan brangkasan, dan fase pertumbuhan umbi. 

Pada fase pertumbuhan tunas, tunas dapat tumbuh bai di ruang penympanan ataupun di lapangan, dengan atau tanpa cahaya matahari. Setelah umbi mengakhiri masa dormansi, tunas akan segera tumbuh. Laju pertumbuhan tunas bergantung pada suhu dan kelembaban. Suhu tinggi akan memacu pertumbuhan tunas dan jika kondisi tanah kering, umbi akan kehilangan bobot sehingga tunas tumbuh lebih lambat. Umbi yang digunakan sebagai bibit adalah umbi yang sudah memiliki tunas sepanjang 1 cm. Tunas apical yang sudah setinggi 3 cm dibuang untuk menghilangkan dominansi apikal dan memacu munculnya tunas lateral agar pertumbuhan lebih seragam.

Fase pertumbuhan brangkasan (haulm growth) dimulai sejak daun pertama terbuka di atas permukaan tanah sampai tercapai bobot kering maksimum. Sejak daun pertama terbuka, kegiatan fotosintesis dimulai sehingga peran umbi induk sebagai pemasok karbohidrat dalam pertumbuhan tanaman sedikit demi sedikit berkurang dan akhirnya tidak berfungsi sama sekali.

Pada fase pertumbuhan umbi (tuber growth) terjadi persaingan yang kuat antara umbi dengan bagian atas tanaman (shoot) yang sama-sama tumbuh dan sama-sama berperan sebagai penerima (sink). Persaingan itu berhenti setelah pertumbuhan brangkasan mencapai maksimum dan hanya umbi yang berfungsi sebagai penerima, sedangkan brangkasan berubah menjadi sumber.

Menurut Beukema dan van der Zaag (1979), secara keseluruhan dikenal dua tipe fase pertumbuhan vegetatif dan fase pertumbuhan generatif tanaman kentang, yaitu (1) tipe daur pendek, yang dicirikan dengan bobot brangkasan rendah, inisiasi umbi lebih awal, umur relatif pendek sehingga panen lebih cepat, dan menghasilkan umbi yang lebih rendah daripada tipe daur panjang, (2) tipe daur panjang, yang dicirikan dengan bobot brangkasan besar, inisiasi umbi terlambat, umur lebih panjang sehingga mampu menghasilkan umbi kentang lebih tinggi dibandingkan dengan tipe daur pendek. 

Syarat Tumbuh Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L)

Kentang merupakan tanaman pangan sumber karbohidrat. Di Indonesia, kentang lebih banyak dimanfaatkan sebagai sayur daripada makanan pokok utama. Namun demikian, tingkat kebutuhan umbi kentang tetap tinggi. Tingginya kebutuhan umbi kentang disebabkan oleh penggunaanya sebagai bahan industri makanan. 

Teknis budidaya memegang peranan penting dalam keberhasilan pemenuhan kebutuhan akan umbi kentang. Pengetahuan akan syarat tumbuh tanaman kentang akan memudahkan dan mendukung keberhasilan teknis budidaya tanaman. Lokasi pertanaman yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman merupakan setengah dari keberhasilan teknis budidaya tanaman itu sendiri.

Kentang merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 500 sampai dengan 3000 mdpl. Di daerah tropis, kentang tumbuh optimal pada ketinggian 1300 mdpl. Kentang tumbuh dengan baik di tanah yang subur, gembur, dan memiliki drainase yang baik. Tanah yang sesuai untuk tanaman kentang adalah tanah liat gembur, debu, atau debu berpasir. Tanah dengan pH 4,5 sampai 8 dapat digunakan untuk pertanaman kentang. pH optimal untuk pertubuhan dan hasil tanaman kentang adalah 5-6,5. Pada pH di bawah 5, kentang akan menghasilkan umbi yang berutu jelek dan rentan terhadap penyakit kudis. 

Iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang. Kentang tumbuh baik dengan suhu 25-20C, sinar matahari cukup, dan kelembaban udara 80-90% (Sunarjono, 1975).

Kentang membutuhkan rentang suhu yang berbeda untuk setiap fase pertumbuhannya. Menurut Burton (1981), untuk mendapatkan hasil yang maksimum tanaman kentang membutuhkan suhu optimum yang relatif rendah, terutama untuk pertumbuhan umbi, yaitu 15,6 sampai 17,8 C dengan suhu rata-rata 15,5 C. 

Saturday, December 6, 2014

Morfologi Tanaman Karet

Tanaman karet memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar lateral, dan akar serabut. Pada tanaman yang berumur 3 tahun kedalaman akar tunggang sudah mencapai 1,5 m. Apabila tanaman sudah berumur 7 tahun maka akar tunggangnya sudah mencapai kedalaman lebih dari 2,5 m. Pada kondisi tanah yang gembur, akar lateral dapat berkembang sampai kedalaman 40-80 cm. Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Pada tanah yang subur akar serabut masih dijumpai sampai kedalaman 45 cm. Akar serabut akan mencapai jumlah yang maksimum pada musim semi dan pada musim gugur mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadiharja, 1995). 

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa pohon karet ada kecondongan arah tumbuh agak miring. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan naman lateks (Setiawan dan Andoko, 2000). 

Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001). 

Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Biasanya terdapat 3 anak daun pada setiap helai daun karet. Anak daun karet berbentuk elips, memanjang dengan ujung yang meruncing, tepinya rata dan tidak tajam (Marsono dan Sigit, 2005). 

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung yang jarang. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut, ukurannya sedikit lebih besar dari bunga jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan dan tersusun lebih tinggi dari yang lain (Marsono dan Sigit, 2005). 

Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang, sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk “lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga tangkai putik akan tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang berwarna kuning. Bunga karet mempunyai bau dan warna yang menarik dengan tepung sari dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 1993). 

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah sekitar 3-5 cm. Bila telah masak, maka buah akan pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman karet secara alami yaitu biji terlontar sampai jauh dan akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Marsono dan Sigit, 2005).

Syarat Tumbuh Tanaman Karet

Tanaman keret merupakan tanaman daerah tropis yang tumbuh antara 15⁰ LS sampai dengan 15⁰ LU. Tanaman karet tumbuh dengan optimal di dataran rendah dengan ketinggian 0-200 mdpl. Semakin tinggi letak tempat, pertumbuhannya akan semakin lambat dan hasil lateks menjadi rendah. Ketinggian di atas 600 mdpl kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet dapat tumbuh di berbagai jenis tanah mulai dari tanah alluvial, vulkanis, tanah gambut, dan beberapa tanah marginal seperti podzolik merah kuning. Tanah yang ideal untuk pertumbuhan tanaman karet adalah tanah yang bersolum dalam, jeluk lapisan lebih dari 1 meter, dan permukaan air rendah. Sifat tanah lain ang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet adalah memiliki tekstur remah, aerasi dan drainase cukup, struktur terdiri dari 35% liat, 30% pasir, dan memiliki kemiringan lahan < 16%(Siswanto dkk., 2010). Tanaman karet toleran terhadap kemasaman tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8 sampai 8. Namun demikian, pH tanah ideal untuk pertumbuhan karet adalah 5-6. pH yang lebih tinggi akan dapat menekan pertumbuhan tanaman karet (Sianturi, 2000).

Tanaman karet membutuhkan curah hujan 2000-4000 mm/tahun dengan persebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman karet adalah 25⁰ C sampai 35⁰ C dengan suhu optimal 28⁰ C (Seyamidjaja, 1993). Kelembaban udara yang sesuai untuk tanaman karet adalah 75-90%. Lama penyinaran dan intensitas cahaya berperan penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman karet. Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan intensitas cahaya yang cukup dengan lama penyinaran 5-7 jam. Angin yang kecang dapat merusak pertanaman karet karena pada umumnya tanaman karet memiliki batang yang tinggi sehingga peka terhadap kerusakan ketika banyak angina kencang yang menerpa (Sianturi, 2001).

Tuesday, December 2, 2014

Gliricidia sepium

Gliricidia sepium masuk ke Indonesia pada tahun 900-an. Di beberapa daerah dikenal dengan nama lirikside atau gamal. Penanaman gamal muncul pada decade tahun 60 an, berkaitan dengan usaha pemberantasan padang alang-alang dengan menggunakan tanaman ini. Gamal merupakan kependekan dari “ganyang mati alang-alang”

Tanaman Gliricidia sepium dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl. Namun pada daerah pegunungan yang sering mengalami embun beku dan kabut yang berkepanjangan, pertumbuhan tanaman menjadi kurang baik. Perbanyakan tanaman dapat menggunakan biji atau juga stek batang. 

Gliricidia sepium merupakan legume berbupa pohon yang dapat menggugurkan daunnya. Pada umur tertentu, diameter batang dapat mencapai 40 cm. percabangan rendah tegak, pertumbuhan cabang menjorong ke atas. Antara batang dan cabang membentuk sudut sekitar 30 derajat. Daun majemuk menyirip dengan jumlah 5-20 helai anak daun. Panjang anak daun 6-10 cm, lebar anak daun 2-3,5 cm, daun berbentuk oval, bagian permukaan bawah daun buram, beraroma langu atau getir. Bunga berbentuk tandan, tandan muncul dari ketiak daun, panjang tandan 10-15 cm. Kelopak bunga berwarna hijau kemerahan dengan mahkota berwarna ungu merah jingga. Polong berbentuk garis memanjang berisi 4-8 butir biji, berwarna hijau ketika muda dan berwarna kuning ketika sudah tua. Bila sudah tua, polong akan pecah dan bijinya menyebar dengan sendirinya. 

Gliricidia sepium memiliki sifat untuk merontokkan daun pada musim-musim tertentu. Berdasarkan sifat tersebut, Gliricidia sepium mampu memberikan bahan organic tanah yang banyak kepada tanah, meningkatkan kadar itrogen tanah, menekan pertumbuhan alang-alang, mengurangi laju erosi, meningkatkan penyerapan air oleh tanah, dan melindungi tanah dari limpasan. Di pantai selatan pulau jawa, Gliricidia sepium banyak digunakan sebagai wind breaker serta pelindung tanaman di bawahnya. Pada beberapa perkebunan pala, Gliricidia sepium digunakan sebagai media merambat pala. Pada saat tanaman beruur 1 tahun, daun Gliricidia sepium mengandung 3-6 % N, 0,31 % P, 0,77 % K, 30 % serat kasar, dan 10% abu K.

Purwanto, Imam. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Monday, December 1, 2014

Flemingia congesta

Termasuk legume berupa pohon kecil, semak atau perdu. Masyarakat menganggap Flemingia congesta sebagai gulma karena keberadaannya di arela pertanaman tanaman budidaya yang merugikan. Beberapa nama daerah Flemingia congesta adalah tungkeb (Madura), hahapaan (Sunda),otok-otok kebo (Jawa), lapa-lapa (Melayu), ora rasa (Makasar), dan foko mantala (Maluku). 

Flemingia congesta dapat tumbuh dari dataran rendah sampai ketinggian 1800 mdpl. Tumbuh baik di daerah dengan curah hujan 1300-1800 mm per tahun. Mampu tumbuh di tanah dengan drainase buruk dan tanah berpasir. Banyak dijumpai di saluran air, hutan tropis basah, dan padang rumput yang dipenuhi alang-alang. 

Flemingia congesta merupakan tanaman semak yang membentuk rumpun kecil, tinggi sekitar 1-4 meter. Ranting muda menyirip membentuk sayap, pada ranting yang sudah dewasa berbentuk membulat. Memiliki rambut yang sangat halus dan berwarna cokelat. Daun majemuk beranak tiga, berbentuk elips, bila dipegang terasa seperti kertas dan daun agak berkerut. Tulang daun membentuk garis yang tegas dan jelas. Panjang daun 5-18 cm, lebar daun 2-12 cm, ujung daun meruncing. Bunga berbentuk tandan sepanjang 2-14 cm, berwarna hijau muda bergaris merah dan mampu menyerbuk sendiri. Bentuk polong bundar hingga lonjong berisi dua butir biji berwarna hitam mengkilap. Polong yang sudah tua dan berwarna coklat tua akan menggelembung dan akhirnya pecah dengan sendirinya. 

Flemingia congesta banyak digunakan sebagai pohon pelindung tanaman muda kopi dan kakao, sebagai tanaman penguat teras, pagar, atau sebagai tanaman lorong dan pakan ternak. Dekomposisi tanaman Flemingia congesta relative lebih labat sehingga banyak dimanfaatkan sebagai bahan mulsa. Pemberian pupuk hijau berupa pangkasan Flemingia congesta mampu memberikan kontribusi sebesar 30,81 kg N, 3,96 kg P, dan 31,26 kg K. Di Afrika, tanaman Flemingia congesta dapat digunakan sebagai mulsa dan dapat menekan pertumbuhan nematoda. 





Purwanto, Imam. 2007. Mengenal Lebih Dekat Legumonoseae. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Orok-Orok (Crotolaria usaramoensis)

Merupakan tanaman yang berasala dari Afrika dan dibawa masuk ke Indonesia pada tahun 1915. Crotolaria usaramoensis banyak dijumpai di lahan kosong, tepi jalan, kebun teh, tepi hutan, dan lain sebagainya. Pemberian nama didasarkan pada bunyi yang dikeluarkan tanaman ketika sudah tua dan digoyang-goyangkan. Crotolaria usaramoensis memiliki nama daerah seperti kekcrekan (Sunda), orok-orok (Jawa), kroncongan (Betawi), dan pijritan (Madura).

Crotolaria usaramoensis dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0-1500 mdpl dan dapat hidup di berbagai jenis tanah. Crotolaria usaramoensis dapat diperbanyak dengan menggunakan biji.

Crotolaria usaramoensis merupakan legume yang tumbuh tegak, pada tanah yang subur ketinggian tanaman dapat mencapai 2,5 meter, dan batang berkayu lunak. Perakaran dalam, batang dan cabang tumbuh di dekat pangkal batang di dekat permukaan tanah, sudut batang berkisar 30-45. Daun tunggal berselang-seling. Daun agak halus bila dipegang, daun berbentuk oval, ujung daun membulat, panjang 2-6 cm, tulang daun kaku tetapi terasa halus di tangan. Bunga termasuk bunga kupu-kupu, berwarna kuning, dan memiliki garis berwarna coklat di tengah. Bunga bertipe tandan dengan panjang sekitar 15 cm. polong lurus dan membulat, di tengah terdapat garis pemisah berupa sekat tipis. Polong tua berwarna coklat kehitaman dan akan pecah dengan sendirinya. Umur tanaman mencapai 1-2 tahun.

Tumbuhan Crotolaria usaramoensis ditanam untuk dimanfaatkan sebagai tanaman penutup tanah pencegah erosi, sumber pupuk hijau, pemberantas alang-alang, dan sumber pakan ternak. Sebagai tanaman penguat teras, penanaman Crotolaria usaramoensis harus dilakukan dengan jarak tanam yang rapat. Produksi bahan hijauan segar dapat mencapai 7-8 ton/hektare setiap 4 bulan pemangkasan. Penggunaan daun sebagai pupuk hijau sebaiknya digunakan sebelum bunga mekar. 

Purwanto, Imam. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.