Pangan menjadi permasalahan pelik bagi setiap negara di dunia karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Indonesia mengatur pangan melalui UU nomer 18 tahun 2012 mengenai ketahanan pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan. Kekurangan pangan berdampak pada segala aspek kehidupan yaitu aspek Kesehatan, sosial, politik, keamanan sehingga dapat menganggu kestabilan negara. Contoh kasus kekurangan pangan adalah terjadinya kelaparan hebat di Irlandia utara pada tahun 1846-1850, sekitar 1-1,5 juta orang meninggal dunia. Hal ini terjadi karena tanaman kentang terkena Phytoptora.
Pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya laju konversi tanah adalah dua permasalahan yang menyangkut tidak terpenuhinya kebutuhan pangan. Apabila dua hal tersebut terus berjalan beriringan tanpa diimbangi kenaikan produksi dapat diperkirakan Indonesia akan mengalami kerawanan pangan. Alternatif yang mudah, cepat dan dapat dilakukan dalam jangka pendek adalah diverisfikasi pangan. Menurut Undang-undang Nomor 18/2012, diversivikasi pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
Pada tahun 2017, konsumsi beras di Indonesia 114,6 kg per kapita per tahun, sedangkan konsumsi rata-rata dunia adalah 60 kg per kapita per tahun. Indonesia tergolong negara yang masih tertinggal dalam diversifikasi pangan, konsumsi beras negara Korea, Jepang, Malaysia, dan Thailand berturut-turut adalah 40,50,80 dan 70 kg per kapita per tahun. Jika dilihat dari potensi sumberdaya lokal yang ada, Indonesia seharusnya mampu menekan tingginya konsumsi beras melalui diversifikasi pangan. Tanaman dari sumberdaya lokal yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat selain beras adalah Singkong. Singkong atau ubi kayu relatif mudah budidayanya, tidak memerlukan lahan spesifik dan bahkan bisa ditanam di pekarangan rumah.
Tantangan yang dihadapi dalam penggunaan singkong sebagai alternative sumber pangan adalah perlunya bibit unggul bersertifikat yang mampu menunjang peningkatan produksi, kondisi harga yang rendah di pasaran, umur panen yang panjang serta penanganan pasca panen yang baik sehingga tidak terjadi banyak kehilangan hasil. Petani lokal perlu didorong untuk bisa meningkatkan produktivitas melalui kerjasama mitra industri pengolahan singkong atau pemberian KUR bagi petani singkong.
Tantangan lain adalah dari segi produksi pada lahan budidaya. KESUBURAN TANAH mengalami penuruan, sementara itu lahan bukaan baru memiliki kesuburan yang rendah. Saat ini menanam singkong berbeda dengan dahulu, beberapa tahun yang lalu menanam singkong tidak membutuhkan pupuk, sekarang petani membutuhkan biaya besar untuk menanam singkong karena perlu membeli bibit dan pupuk. Seiring berjalannya waktu permintaan ubikayu untuk konsumsi langsung maupun bahan olahan meningkat. Saat ini terdapat klon ubikayu yang memiliki produktivitas dan sesuai untuk lahan pekarangan. Banyaknya industri berbahan dasar singkong membuat tanaman ini memiliki prospek bagus untuk dikembangkan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment