Tuesday, May 21, 2013

Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia

Sorgum dapat dikatakan menggantikan kebutuhan karbohidrat yang diperlukan karena nilai gizinya setara dengan Jagung (Zea mays). Untuk itulah terdapat wacana Sorgum dapat diajdikan bahan untuk mewujudkan diversifikasi pengan di Indonesia. Sorgum memiliki kandungan tannin yang tinggi. Tanin merupakan senyawa poilifenol yang menyebabkan rasa pahit, pada sorgum tannin banyak dikandung di bagian batangnya. Kandungan Tanin yang tinggi inilah yang menyebabkan pemanfaatanya terbatas, karena perlu pengolahan lebih lanjut. 
 
Dapat dilihat berarti Sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tak kalah jauh dengan sumber karbohidrat lainnya. Kandungan tanin dalam sorgum yang tinggi juga biji Sorgum yang sulit dikupas membutuhkan teknologi yaitu, perbaikan teknologi penyosohan antara lain dengan menggunakan penyosoh beras yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu. Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang rendah, penanganan pascapanen yang masih sulit, dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan sistem produksi sorgum secara menyeluruh (holistik) yang mencakup empat dimensi, yaitu: 

1) wilayah, (areal tanam) 
2) ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain) 
3) sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dar usaha taninya) 
4) industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan). 

a. Peluang dan Tantangan Pengembangan Tanaman Sorgum 
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah beriklim kering, pengembangan sorgum merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih. Di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan banjir, tanaman sorgum masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi sorgum melalui perluasan areal tanam. 

Di Indoensia sendiri Areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas, meliputi daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur. Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional di Indonesia adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Indonesia menjadi peringkat ke 8 penghasil Sorgum di dunia dan Indonesia termasuk negara yang masih ketinggalan, baik dalam penelitian, produksi, pengembangan, penggunaan, maupun ekspor sorgum. 

Pengembangan sorgum juga berperan dalam meningkatkan ekspor nonmigas, mengingat pemanfaatan sorgum di luar negeri cukup beragam. Menurut Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, volume ekspor sorgum Indonesia ke Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai 1.092,40 ton atau senilai US$ 116.211. Demikian juga di Thailand, pada tahun 1979 ekspor sorgum dapat menyumbang devisa 371 juta Bath (Rp 26 miliar) dari volume ekspor 170.000 ton ke Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan Timur Tengah. 

Menurut Beti et al. (1990) dan Sudaryono (1996), tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budidaya dan pascapanen serta jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi belum tersedia, teknologi budi daya sorgum hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang paling mendasar adalah penyediaan teknologi pascapanen baik primer maupun sekunder serta jaminan pasar dan permintaan. Secara umum, masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut (Anonim 1996; Sudaryono 1996): 

1. Nilai keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi sorgum relatif rendah dibandingkan komoditas serealia lain. 
2. Pascapanen sorgum (peralatan dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih sulit dilakukan. 
3. Pangsa pasar sorgum belum kondusif, baik di tingkat regional maupun nasional. 
4. Penyebaran informasi serta pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif. 
5. Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan. 
6. Ketersediaan varietas yang disenangi petani masih kurang. 
7. Penyediaan benih belum memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu, dan tempat). 

Solusi masalah program pengembangan sorgum di Indonesia mencakup: 
1. evaluasi teknologi dan penyusunan paket teknologi 
2. penyebaran varietas unggul 
3. pengembangan interaksi antara peneliti, penyuluh, instansi terkait, dan petani dalam proses alih teknologi 
4. pemantauan bersama antara peneliti, penyuluh, instansi terkait, pengambil kebijakan, dan petani pada penelitian di lahan petani. Dalam pengembangan sorgum untuk industri diperlukan keterkaitan antara kebijakan pemerintah, petani produsen, dan industri mulai dari penelitian (perakitan teknologi), pengembangan (alih teknologi), produksi (penyediaan sarana produksi), pelaksanaan agribisnis/agroindustri (pengumpulan, penyimpanan, pemasaran, dan pengolahan), dan penggunaan hasil (industri makanan dan minuman, industri pakan.

refferensi:
Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang. 

Sudaryono. 1996. Prospek sorgum di Indonesia: Potensi, peluang dan tantangan pengembangan agribisnis. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian 4 : 25−38.

No comments:

Post a Comment