Wednesday, May 1, 2013

Budidaya Kentang di Dataran Medium

Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi komoditas kentang dapat diusahakan dengan menerapkan teknologi budidaya yang maju. Komponen teknologi budidaya kentang di dataran medium, meliputi pemilihan varietas, penyiapan bibit, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman , dan pemanenan. 

A. Pemilihan Varietas 
Penelitian dan pengembangan kentang si Indonesia antara lain diarahkan pada kegiatan perbaikan varietas yang cocok untuk industri olahan, dan kultur teknis di dataran medium yang berkaitan dengan pengendalian layu bakteri dan pola tanam. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang sejak tahun 1982, menunjukkan bahwa di dataran medium, beberapa varietas kentang mampu menghasilkan umbi dengan produksi yang tinggi. Di Bali, pada ketinggian 500 dpl, Varietas DTO-28 (asal CIP) dapat menghasilkan 30,8 ton/ha. Di Magelang, varietas DTO-33 dapat menghasilkan 29,9 ton/ha pada ketinggian 500 m dpl., dan Berolena (asal Jerman) dapat menghasilkan 28,0 ton/ha. 

B. Penyiapan Bibit 
Perbanyakan tanaman kentang dapat dilakukan dengan biji botani (True Potato seed), umbi, stek tunas umbi, stek buku tunggal, stek batang, stek buku daun, dan kultur jaringan. Petani pada umumnya menggunakan bibit hasil perbanyakan dilapangan yang telah lolos seleksi ketat (roguing), dan mempraktekan kaidah atau teknik pembibitan. Penyiapan bibit kentang yang banyak dilakukan petani adalah dengan membeli umbi bibit dari penangkar bibit. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam penyiapan umbi bibit kentang adalah sebagai berikut: 

1. Umbi bibit harus berasal dari varietas atau klon unggul komersial 
2. Umbi bibit harus bebas dari penyakit bakteri layu dan penyakit penting lainnya. 
3. Umbi bibit berukuran 30 g - 50 g/umbi dan telah bertunas sepanjang ± 2 cm. 
Kebutuhan bibit per satuan luas lahan sangat tergantung pada jarak tanam dan pola tanam. Penanaman dengan cara tanam ganda (2 baris) pada bedengan selebar 1 m, dengan jarak antar bedengan 50 cm x 30 cm membutuhkan umbi bibit sebanyak 1,3 ton – 1,5 ton per hektar (Soelarso, 1997). 

C. Penyiapan Lahan 
Lahan untuk budidaya tanaman kentang di dataran medium dapat berupa bedengan atau guludan. Setelah padi dipanen, tanah sawah dikeringkan selama ± 15 hari. Jerami-jerami dibabat atau dibersihkan, atau dikumpulkan pada suatu tempat untuk digunakan sebagai bahan mulsa. Tanah yang sudah kering dibajak 1-2 kali sedalam 30 cm, kemudian digaru 1-2 kali agar struktur tanah menjadi gembur. Jika tanah mempunyai pH rendah (asam), pada saat pengolahan tanah sebaiknya juga dilakukan pengapuran, misalnya dengan Dolomit 500 kg/ha. Kemudian dilakukan pembuatan bedengan atau guludan. Bedengan berukuran lebar 100 cm, tinggi 30 cm, jarak antarbedengan 50 cm, dan panjang bedengan disesuaikan dengan keadaan lahan. Apabila dibentuk guludan, maka ukuran lebar adalah 60 cm - 80 cm, tinggi 30 cm, jarak antarguludan 50 cm, dan panjangguludan disesuaikan dengan keadaan lahan. Setelah dibuat bedengan dan guludan, dapat dilakukan penebaran pupuk kandang. Dosis pupuk kandang berkisar antara 10 ton – 20 ton per hektar, tergantung pada jenis kotoran ternak yang digunakan. Jika menggunakan kotoran sapi, dosis yang diperlukan adalah 20 ton/ha, kotoran ayam 10 ton/ha, dan kotoran kambing atau domba 15 ton/ha. Pupuk kandang sebaiknya dicampur secara merata dengan lapisan tanah olah (Rukmana, 2002). 

D. Penanaman 
Di dataran medium, waktu penanaman yang paling baik adalah musim kemarau. Di pulau Jawa, penanaman kentang paling baik dilakukan bulan mei sampai dengan juni, agar pembentukan umbi jatuh pada bulan Agustus, yaitu saat suhu terendah. Sebelum dilakukan penanaman, harus ditetapkan pola tanam terlebih dulu. Misalnya pola tanam monokultur kentang atau tumpangsari dengan jagung, ubi jalar, kubis, atau tanaman semusim lain yang mempunyai keunggulan kompratif. Tanaman yang ditumpangsarikan harus dipilih tanaman yang bukan sefamili, dan jarak tanam harus diatur dengan system tiga baris (triple row System). Barisan tengah diganti dengan tanaman yang ditumpangsarikan (Rukmana, 2002). 

Pupuk dasar diberikan sebelum penanaman atau pada saat penanaman. Pemberian pupuk dasar sebelum penanaman dilakukan dengan cara dicampurkan secara merata dengan lapisan tanah atas. Pemupukan dasar pada saat penanaman dilakukan dengan cara ditebarkan kedalam larikan atau garitan dangkal diantara barisan tanaman, kemudian ditutup dengan tanah setebal 10 cm – 15 cm. pupuk dasar terdiri atas: 325 kg – 435 kg Urea + 400 kg SP-36 + 200 kg KCl per hektar lahan, atau pada sawah bekas pada Supra Insus terdiri atas: 100 kg Urea + 200 kg SP-36 + 100 KG KCl per hektar lahan. Dari dosis pupuk tersebut, pupuk urea sebagai pupuk dasar hanya diberikan setengah dosis. Alternatif pupuk dasar adalah 162,5 kg – 217,5 kg Urea + 400 kg SP-36 + 200 kg KCl per hektar lahan, atau pada sawah bekas pada Supra Insus terdiri atas: 50 kg Urea + 200 kg SP-36 + 100 KG KCl per hektar lahan. Untuk menanam bibit kentang, mula-mula dibuat lubang tanam dengan jarak 50 cm x 30 cm (sistem bedengan) atau 70 cm x 30 cm (sistem guludan). Kemudian tiap lubang diisi satu knoll umbi bibit, dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Selanjutnya bibit tersebut ditimbun dengan tanah setebal 7,5 cm – 10 cm, kemudian dan guludan diatur agatr mencapai ketinggian 50 cm – 60 cm, untuk mengurangi serangan penyakit layu bakteri. Setelah penanaman dilakukan pemulsaan. Mulsa jerami padi dihamparkan di atas permukaan bedengan atau guludan setebal 30 cm. untuk tiap hektar lahan, dibutuhkan 6 ton mulsa jerami padi. Mulsa jerami berfungsi untuk memperkecil perbedaan suhu tanah antara siang dan malam hari, menghambat perkembangan layu bakteri, menekan atau menghambat pertumbuhan gulma, dan menambah kegemburan tanah. Di daerah yang sulit mendapatkan jerami padi, suhu udara yang tinggi dapat dimanipulasi dengan pola tanam tumpangsari (Rukmana, 2002). 

E. Pemeliharaan Tanaman 
1. Pengairan 
Pengairan dilakukan secara kontinue seminggu sekali untuk memenuhi kebutuhan air, serta untuk mempertahankan kelembabandan suhu tanah tetap rendah. Pengairan dilakukan dengan cara menggenangi tanah selama 30 menit hingga tanah cukup basah. Dalam pengairan harus diperhatikan supaya tidak terjadi keterlambatan pemberian air maupun pemberian air berlebihan. Keterlambatan pemberian air dapat mengakibatkan pertumbuhan umbi tidak sempurna maupun umbi menjadi pecah-pecah, sehingga akan menurunkan kualitas. Pembeian air yang berlebihan sampai becek atau menggenang akan menyebabkan pembengkakan lentisel umbi, sehingga mempermudah masuknya penyakit layu bakteri. Pengairan disesuaikan dengan keadaan tanah atau fase pertumbuhan tanaman kentang. Dua minggu sebelum umbi dipanen, biasanya interval pengairan dikurangi. Pengairan sebaknya dilakukan pda pagi atau sore hari, pada saat suhu udara tidak terlalu tinggi dan sinar matahari tidak terlalu terik. 

2. Penyiangan 
Penyiangan dilakukan apabila lahan tanaman kentang ditumbuhi gulma. Penyiangan atau pembersihan gulma (tanaman pengganggu) dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 4 dan 6 minggu setelah tanam, untuk penyiangan berikutnya dilakukan bila dirasakan perlu. Namun, pada tanah bekas padi sawah yang digunakan untuk menanam kentang dengan sistem mulsa jerami, biasanya penyiangan tidak mutlak harus dilakukan. Penyiangan harus dilakukan dengan hati-hati, agar tidak merusak perakaran tanaman kentang. Kerusakan akar tanaman akan mempermudah penyakit layu bakteri. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut rumput-rumput liar (gulma), kemudian menguburkannya pada suatu tempat. 

3. Penyulaman 
Penyulaman harus dilakukan seawal mungkin, antara 10-15 hari setelah tanam. Bibit yang tidak tumbuh atau busuk harus segera diganti dengan bibit yang baru. Penyulaman dilakukan dengan cara membongkar lubang tanam dari bibit yang tidak tumbuh, kemudian bibit yang baru ditanamkan sedalam 7,5 cm – 10 cm. setelah penyulaman harus segera dilakukan pengairan atau penyiraman, terutama di sekitar bidang tempat bibit yang baru. 

4. Pembumbunan 
Bersamaan penyiangan dilakukan pula pembumbunan sebanyak dua sekali pada minggu kedua dan keempat, kemudian pembumbunan berikutnya dilakukan bila dirasa perlu Anonim, 2012). 

5. Pemupukan Susulan 
Pemupukan susulan dilakukan pada tanaman kentang yang berumur satu bulan. Pupuk yang diberikan adalah urea sebanyak setengah dosis anjuran atau sisa dosis pemupukan dasar, yaitu 162,5 kg – 217,5 kg per hektar, atau pada lahan sawah bekas padi Supra Insus 50 kg/ ha. Pupuk disebar secara merata pada larikan atau garitan dangkal diantara barisan tanaman, kemudian ditutup dengan tanah setebal 10 cm – 15 cm, untuk mencegah atau mengurangi penguapan pupuk. Setelah pemupukan sebaiknya dilakukan pengairan, agar pupuk cepat larut atau bereaksi dengan tanah.


F. Panen dan Pascapanen
Kentang yang ditanam di dataran medium sudah dapat dipanen pada umur 70 – 80 hari, tergantung varietas yang ditanam. Misalnya, varietas LT-1, DTO-28, Cipanas, Berolina, Granola, dan klon 77-051-39, dipanen pada umur 70 hari, sedangkan varietas Cosima dipanen pada umur 80 hari. Ciri-ciri tanaman kentang yang sudah layak untuk dipanen adalah daun-daunnya telah menguning atau mongering, batang berubah warna dari hijau menjadi kekuning-kuningan, dan kulit umbi tidak mudah lecet. Panen dilakukan dengan cara membongkar guludan atau bedengan, kemudian mengangkat umbi-umbi kentang ke permukaan tanah. Umbi dibiarkan beberapa saat agar terkena sinar matahari, kemudian dikumpulkan dan diangkut ke tempat penampungan hasil. Potensi hasil varietas unggul yang ditanam di dataran medium berkisar 18 ton – 40 ton per hektar, tergantung pada varietas yang ditanam. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang menunjukkan, bahwa tumpangsari antara kentang varietas Granola dan bawang daun di dataran medium dapat menekan serangan kutu persik (Myzus persicae) dan dapat mempertahankan hasil panennkentang sebesar 19 ton/ha. (Rukmana, 2002). 

Penanganan pascapanen umbi kentang di tempat penampungan hasil meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut: (Rukmana, 2012) 
1. Melakukan seleksi dan sortasi umbi, yaitu memisahkan umbi yang rusak dari umbi yang sehat (normal). 
2. Membersihkan umbi yang terpilih dari kotoran atau tanah. 
3. Menghilangkan panas laten dengan cara menghamparkan kentang dengan 4-5 lapisan, sebelum dikemas atau dijual. 
4. Mengemas umbi, dapat dilakukan dengan menggunakan kurung plastic (waring).


penulis:
Mar'atus Shalikhah, Wardiyani, dan Reza Fikri Alfatah. Budidaya Kentang di Dataran Medium. Makalah Budidaya Tanaman Semusim. Fakultas Pertanian UGM

rujukan:
Rukmana, H., R. 2002. Usaha Tani Kentang Di Dataran Medium. Kanisius. Yogyakarta.
Setiadi dan Nurulhuda, S., S., F. 2008. Kentang: Varietas dan Pembudayaan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Soelarso, B., R. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius. Yogyakarta. 

No comments:

Post a Comment