Monday, May 18, 2020

Sejarah Pertanian Berkelanjutan

Praktek pertanian pada jaman dulu dilakukan secara tradisional dengan berbasis ekologi lokal dan bersifat subsisten. Petani hanya fokus pada usaha budidaya untuk mencukupi pangan diri sendiri dan keluarga, sehingga tidak ada upaya yang signifikan untuk meningkatkan hasil panen. Minimnya input teknologi yang masuk menyebabkan keseimbangan ekosistem tetap terjaga. Kelemahan dari praktek pertanian tradisional adalah produktivitas yang rendah, sehingga pada titik tertentu negara dengan jumlah penduduk semakin padat tidak dapat mencukupi kebutuhan pangannya. Terjadilah kerawanan pangan terlebih di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Teknologi “Revolusi Hijau” untuk memantik perwujudan swasembada pangan Indonesia dimulai pada tahun 60-an. Sejak saat itu kerawanan pangan sedikit demi sedikit dapat diatasi, bahkan Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri tanpa harus impor. Macam- macam teknologi yang dikenalkan pada saat itu adalah penggunaan varietas unggul berproduksi tinggi, pestisida kimia, pupuk kimia/sintesis dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Melalui paket teknologi baru yang hadir di masyarakat, pertanian di dunia masuk pada jaman pertanian modern.

Rachel Carson, seorang ahli biologi kelautan dan lingkungan dari Amerika, untuk pertama kalinya melontarkan peringatan tentang masalah yang diakibatkan pertanian modern. Melalui bukunya “silent spring” (1962), ia menyampaikan keresahannya mengenai musim semi yang tak seperti dulu dimana burung-burung yang biasa hinggap tidak lagi bermunculan seperti biasa, ayam dan ternak tidak mengeluarkan suara-suara lagi serta ikan-ikan yang sudah jarang terlihat di kolam. Pandangannya yang dianggap kontroversial pada waktu itu bahwa pestisida kimia sebagai salah satu paket teknologi pertanian modern bersifat toksik pada organisme lain yang tidak menganggu tanaman. 
Sejak saat itu resiko penggunaan bahan kimia pertanian mulai mendapat dari beberapa pakar lingkungan. Pada tahun 2006, “Silent Spring” dinobatkan sebagai salah satu dari 25 buku sains terbesar sepanjang masa oleh editor Discover. Pada tahun 1980-an awal bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan menghadapi tantangan yang berat sejalan dengan makin banyaknya bahaya yang ditimbulkan akibat paket pertanian modern. 

Perhatian terhadap dampak penggunaan pupuk kimia mulai tampak setelah diketahui residu pupuk terutama nitrogen telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum dan bahaya yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia. Pada tahun 1980-an akhir mulai tampak tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas hampir semua jenis tanaman yang dibudidayakan. Hasil tanaman tidak menunjukkan kenaikan walaupun sudah menggunakan varietas unggul. 

Meskipun pada saat itu produksi padi nasional meningkat, tetapi impor beras mulai dilaksanakan untuk menjaga ketahanan pangan.

Kekhawatiran dalam upaya memeliharan keseinambungan (sustainability) produksi mulai muncul akibat dari permasalahan pertanian modern. Permasalahan-permasalan tersebut adalah, 1) semakin meningkatnya biaya dan ketergantungan terhadap input eksternal, 2) semakin menurunnya produktivitas tanah akibat erosi tanah dan kehilangan hara, 3) semakin meningatkanya pencemaran air akibat pupuk dan pestisida, 4) semakin meningkatnya ancaman residu bahan agrokimia terhadap kualitas dan keamanan pangan. Oleh karena itu menurut Halwood 1990, pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi agenda pembanungan yang semakin penting dan strategis di hampir semua negara di dunia.

1 comment: